PENDAHULUAN
Kemampuan manajer untuk memotovasi,
mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahannya akan menunjukkan
efektivitas manajer[1].
Manajer tidak akan mampu mengarahkan bawahannya, apabila manajer tersebut tidak
bisa memotivasi bawahannya. Manajer perlu memahami orang yang berperilaku
tertetu, hingga akhirnya dapat menentukan cara untuk mempengaruhi bawahannya
tersebut.
PEMBAHASAN
A. MOTIVASI
Motivasi adalah factor yang menyebabkan untuk
mempertahankan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia[2].
Sedangkan memotivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia berdasarkan pengetahuan mengenai “apa yang membuat orang dapat
bergerak”[3]. Motivasi
berawal dari kebutuhan yang tidak terpuaskan dan mendorong perilaku menuju ke arah
pemuasan. Motivasi dapat membuat seseorang memulai, melaksanakan, dan
mempertahankan kegiatan tertentu[4]. Teori
motivasi, yaitu[5]
:
1. Teori
petunjuk, mengemukakan bagaimana caranya untuk memotivasi para karyawan[6].
Teori ini didasarkan atas pengalaman dan coba-coba.
2. Teori
isi, atau teori kebutuhan. Teori yang berhubungan dengan upaya mengidentifikasi
mengenai apa yang ada dalam diri seseorang atau lingkungan kerja, sehingga
dapat mendorong untuk melakukan atau mempertahankan sesuatu. Sekilas, manajer
dapat menentukan apa yang dibutuhkan oleh karyawannya, namun beberapa kesulitan
akan muncul, diantaranya yaitu[7] :
kebutuhan antara orang yang satu dengan orang yang lain berbeda, serta manifestasi
dari pemenuhan kebutuhan tersebut antara orang yang satu dengan orang yang lain
juga berbeda. Teori isi dari motivasi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan
“apa yang menjadi penyebab suatu peristiwa terjadi atau terhenti?”, jawabannya
terpusat pada[8]
:
a. Kebutuhan,
motif, atau dorongan yang mendorong, menekan, memacu, dan menguatkan karyawan
untuk melakukan suatu kegiatan. Menyebabkan mereka memilih kegiatan, cara, dan
peilaku tertentu yang mereka rasa dapat memenuhi kebutuhna mereka.
b. Hubungan
karyawan dengan factor eksternal yang menyarankan, menyebabkan, mendorong, dan
mempengaruhi mereka untuk melakukan suatu kegiatan. Factor eksternal seperti
gaji, konisi kerja, hubungan kerja, dan kebijaksanaan perusahaan tentang
kenaikan pangkat, delegasi wewenang, dan sebagainya, membeikan nilai atau
kegunaan untuk mendapatkan perilakukaryawan yang positif dalam usaha pencapaian
organisasi.
Manajer dapat membeli waktu karyawan, dan juga kemampuan
fisik karyawan, tapi manajer tidak dapat membeli antusiasme, inisiatif,
kesetiaan, penyerahan hati, jiwa dan akal budi karyawan[9].
Jadi, penting bagi manajer untuk menggunakan teori motivasi secara bijaksana.
Hanya manajer yang mengetahui tentang hal ini dan mengetahui bagaimana cara
menerapkannya, yang dapat mengharapkan realisasi peningkatan produktivitas dari
para karyawannya.
Penganut teori motivasi kebutuhan,
yaitu[10] :
a. Hierarki
kebutuhan Maslow. Menurut beliau, manusia akan didorong untuk memenuhi
kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan, dan pengalaman yang
bersangkutan mengikuti suatu hierarki[11].
Teori Maslow ini harus dijadikan pedoman umum bagi manajer, karena konsepnya
yang relative dan bukan merupakan penjelasan mutlak.
·
Kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti
menjadi motivator utama bagi perilaku.
·
Teori motivasi yang menyatakan bahwa
seseorang dapat termotivasi untuk memenuhi lima tipe kebutuhan yang dapat
dibuat tingkatannya menjadi satu hierarki, sebagai berikut[12] :
b. Teori
motivasi Aldefer[13].
Menurut beliau dorongan motivasi timbul dari tiga macam kebutuhan, yaitu :
1) Eksistensi
(existence), berasal dari kebutuhan
fisiologis.
2) Interaksi
(reladness), berasal dari hubungan
dengan orang lain.
3) Pertumbuhan
(growth), mendorong seseorang untuk
lebih kreatif dan produktif.
Perbedaannya dengan teori Maslow yaitu,
meskipun motivasi sudah mencapai puncaknya, keseluruhan motivasi akan saling
menguatkan. Sedangkan dalam teori Maslow, apabila motivasi sudah mencapai
puncaknya, maka kegiatan tersebut terhenti.
c. Teori
motivasi dua factor (teori Heizberg), memiliki dua factor yang berbeda, yaitu
factor hygiene (penyebab ketidakpuasan) dan factor yang memotivasi (penyebab kepuasan).
Jadi, penemuan penting dari penelitian Heizberg adalah bahwa manajer perlu
memahami factor apa saja yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawannya[14].
Hanya factor positiflah (motivation)
yang dapat memotivasi para karyawan untuk dapat memenuhi keinginan manajer.
d. Teori
motivasi McClelland.
1) Teori
keadilan. Suatu teori motivasi kerja yang menekankan peran yang dimainkan oleh
keyakinan seseorang pada keadilan dan kejujuran untuk menentukan prestasi dan
kepuasan kerjanya.
2) Teori
penguatan. Pendekatan motivasi pada “Hukum Pengaruh”, bahwa perilaku dengan
konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan
konsekuensi negative cenderung untuk tidak diulang.
3) Strategi
manajemen untuk meningkatkan motivasi, meliputi : menghubungkan imbalan dengan
kinerja pekerjaan, program kepemilikan saham pegawai, dan jam kerja fleksibel.
Menurut
David McClelland, orang yang berorientasi prestasi memiliki karakteristik
tertentu untuk dapat dikembangkan, yaitu[15] :
1) Menyukai
pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, bukan sebagai
kesempatan.
2) Mempunyai
kecenderungan untuk menetapkan tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko
yang sudah diperhitungkan.
3) Mempunyai
kebutuhan yang kuat akan umpan balik (feedback)
tentang apa yang telah dia kerjakan.
4) Mempunyai
keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan
organisasional yang baik.
3. Teori
proses. Teori yang menggambarkan dan menjelaskan proses tentang bagaimana
pelaku dapat didorong, diarahkan, dipertahankan, dan akhirnya dapat dihentikan.
Pembahasan dari teori proses meliputi[16] :
a. Teori
pengharapan Vroom. Menurut beliau, motivasi seseorang akan tergantung pada
hasil dari tindakannya, dikalikan dengan kekuatan pengharapan dari orang
tersebut bahwa hasil yang akan diperoleh adalah hasil yang memuaskan[17].
Ada dua jenis pengharapan, yaitu[18] :
1) Pengharapan
usaha-prestasi. Jika individu percaya bahwa suatu usaha akan memiliki hasil
akhir yang memuaskan, maka pengharapan menjadi tinggi.
2) Pengharapan
prestasi-hasil.
b. Pembentukan
perilaku. Pendekatan ini didasarkan pada hukum pengaruh, dimana kegiatan yang
tidak mengandung hukuman akan cenderung untuk diulang kembali, sedangkan
kegiatan yang mengandung hukuman cenderung untuk tidak diulang kembali. Dengan
begitu, individu akan mengambil pelajaran dari pengalaman di masa lalu.
Penelitian menunjukkan bahwa motivasi lebih efektif apabila dilakukan dengan
memberi penghargaan, bukan memberi hukuman.
c. Teori
Porter-Lawler. Modelnya adalah teori pengharapan dengan versi orientasi masa
mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan atau hasil.
d. Teori
keadilan. Teori ini mengatakan bahwa motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja
merupakan fungsi dari persepsi keadilan yang dirasakan oleh karyawan terhadap
balasan yang diterimanya[19]. Keadilan
tersebut diukur berdasarkan rasio output yang
dihasilkan oleh karyawan, dengan rasio input.
Factor kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan oleh
karyawan.
e. Teori
penentuan tujuan (goal setting theory)[20].
Teori ini mengasumsikan manussia sebagai individu yang berpikir dan yang
berusaha untuk mencapai tujuan tertentu. Teori ini focus pada penetapan dari
tujuan itu sendiri. Jadi, apabila karyawan tidak memiliki keterampilan untuk
menetapkan tujuan dari pekerjaannya sendii, maka motivasi dari karyawan untuk
berusaha mencapai tujuan tersebut akan kurang.
4. Teori
reinforcement[21].
Teori ini mencoba menjelaskan peranan balasan dalam membentuk perilaku
tertentu. Teori ini mengatakan bahwa jika suatu perilaku diberi balasan yang
menyenangkan, maka perilaku tersebut akan cenderung untuk diulangi.
Perkembangan teori manajemen juga mencakup model
atau teori motivasi yang berbeda. Pandangan manajer yang berbeda tentang
masing-masing model adalah penentu penting atas keberhasilan mereka dalam
mengelola anggotanya. Berikut ini tiga diantara model motivasi dengan urutan
atas dasar kemunculannya, yaitu[22] :
1. Model
tradisional. Manajer menentukan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, dan
menggunakan system upah untuk memotivasi produktivitas dari anggotanya.
Pandangan tradisional menganggap bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat
pemalas, sehingga harus dimotivasi oleh penghargaan berupa uang.
2. Model
hubungan manusiawi. Manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan
kebutuhan social mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Karyawan
diberi kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Pendekatan
ini mengatakan bahwa motivasi seseorang didorong oleh keinginannya untuk
berinteraksi dengan orang lain[23].
Pendekatan ini memperbaiki model tradisional, karena kebutuhan manusia bukan
hanya uang, melainkan juga berinteraksi social.
3. Model
sumber daya manusia. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh
banyak factor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan saja,
tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti.
Pendekatan ini mengatakan bahwa kepentingan karyawan memang harus
diperhitungkan[24].
Tanggung jawab terhadap pekerjaan, penyelesaian pekerjaan, dan prestasi kerja
merupakan motivasi penting yang harus diperhitungkan untuk mendorong karyawan.
Tugas manajer tidak hanya mendorong karyawan, tetapi juga harus membagi
tanggung jawab pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan individu.
B. PENGARAHAN
Pengarahan adalah proses penyatupaduan dari
keinginan orang-orang dengan organisasinya, sehingga dapat tercapai tujuan
bersama dengan baik[25]. Pengarahan
memiliki arti menentukan bagi bawahan, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa
yang tidak boleh dikerjakan[26].
Pengarahan mencakup beberapa proses operasi standart, pedoman dan buku panduan,
bahkan manajemen berdasarkan sasaran. Secara umum tujuan pengarahan yang ingin
dicapaipada setiap system perusahaan maupun organisasi adalah sebagai berikut[27] :
menjamin kontinuitas perusahaan, membudayakan prosedur sesuai standar,
menghindari kemangkiran yang berarti, membina disiplin bekerja, dan membina motivasi
agar selalu terarah.
Berdasarkan keterangan di atas, maka prinsip dalam
pengarahan ditujukan pada[28] :
keterpaduan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasinya, keterpaduan
antara tujuan kelompok dengan tujuan organisasimya, kerja sama antar pimpinan,
partisipasi dalam membuat keputusan, pelimpahan wewenang yang cukup memadai,
terjalinnya komunikasi yang efektif, serta pengawasan yang efektif dan efisien.
Agar prinsip tersebut dapat terlaksana, maka dalam
pengarahan pimpinan harus mampu memberikan petunjuk dan penyadaran kepada
bawahannya, mengenai apa yang harus dilakukan. Maka dari itu, hal-hal yang
perlu diperhatikan oleh pimpinan, yaitu[29] :
1. Mempelajari
pekerjaan bawahan, kemudian mengajak bawahan untuk bertukar pikiran mengenai
pekerjaan mereka.
2. Menghubungi
mereka sebanyak mungkin.
3. Memberikan
nasehat dan petunjuk yang diperlukan oleh bawahan.
4. Memberikan
kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi memberi masukan sebagai bahan
pengambilan keputusan.
5. Apabila
bawahan melakukan kesalahan, maka pimpinan harus menunjukkan kesalahan beserta
cara memperbaiinya, dan memberikan kesempatan untuk mereka agar mampu
memperbaiki kesalahannya.
6. Memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk mengikuti pelatihan jabatan.
7. Memberikan
bacaan yang sesuai dengan bidangnya.
8. Menugaskan
bawahan ntuk mengikuti pertemuan ilmiah sesuai dengan jabatan dan bidangnya.
9. Memberikan
wewenang dan tanggung jawab yang seimbang.
Dalam hubungannya dengan struktur organisasi,
informasi dapat mengalir secara[30] :
1. Sistem
komunikasi vertical, terjadi dan berlangsung dari atas maupun dari bawah.
Komunikasi dari atas terjadi apabila atasan mengadakan kontak lisan maupun
tulisan dengan bawahan, dan sebaliknya, komunikasi dari bawah terjadi apabila
bawahan mengadakan kontak lisan maupun tertulis dengan atasan.
2. Sistem
komunikasi horizontal, yaitu komunikasi yang terjalin antar departemen, unit,
dan bagian dalam satu hierarki organisasi.
3. Sistem
komunikasi diagonal, manajer dituntut untuk memainkan komunikasi melalui proses
pembimbingan dan penyediaan bawahan.
Strategi yang dilakukan oleh pimpinan dalam
memberikan pengarahan, tergantung pada pandangan pimpinan terhadap orang yang
akan dibimbing dan diarahkan. Ada beberapa tipe orang yang akan dibimbing dan
diarahkan, yaitu[31]
:
1. Tipe
rasional-ekonomis (rational economic man).
Mempunyai anggapan dasar bahwa motivasi primernya adalah ekonomi, intensif
perekonomian di bawah penguasaan organisasi, cenderung berfikir irasional,
bersikap netral ketika menyusun struktur organisasi.
2. Tipe
social.
3. Tipe
aktualisasi diri.
4. Tipe
kompleks.
Salah satu wujud dari pengarahan adalah pemberian
instruksi atau perintah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan
instruksi atau perintah, yaitu[32] :
1. Menanamkan
pengertian kepada bawahan mengenai sasaran dan kebijakan yang ditempuh oleh
atasan, sehingga mereka memiliki gambaran tentang apa yang pimpinan harapkan
terhadap mereka.
2. Menyelami
segi positif dan negative dari bawahan secara langsung.
3. Berhati-hati
ketika memberikan instruksi.
4. Memperhatikan
saluran dan hierarki yang harus ditempuh dalam memberikan instruksi atau
penugasan.
5. Memberikan
bentuk instruksi yang tepat kepada orang yang tepat.
[1] T.
Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.251.
[2]
Ibid,hlm.251.
[3]
Yohannes Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha
Ilmu:2006),hlm.105.
[4]
Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.306.
[5] Yohannes
Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha
Ilmu:2006),hlm.106.
[6] T.
Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.255.
[7]
Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.309.
[8] T.
Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.256.
[9]
Ibid,hlm.269.
[10] Yohannes
Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha
Ilmu:2006),hlm.106-108.
[11]
T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.256.
[12]
Ibid,hlm.258.
[13]
Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.311.
[14] T.
Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.260.
[15]
Ibid,hlm.262.
[16]
Ibid,hlm.262-268.
[17]
Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.315.
[18]
Ibid,hlm.315-316.
[19]
Ibid,hlm.318.
[20]
Ibid,hlm.318.
[21]
Ibid,hlm.319.
[22] T.
Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.252-255.
[23]
Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit
Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.307.
[24]
Ibid,hlm.307.
[25]
Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok
Organisasi&Manajemen,Jakarta(PT Rineka Cipta:1994),hlm.124.
[26] Yohannes
Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha
Ilmu:2006),hlm.111.
[27]
Ibid,hlm.111.
[28]
Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok
Organisasi&Manajemen,Jakarta(PT Rineka Cipta:1994),hlm.124-125.
[29]
Ibid,hlm.126-127.
[30] Yohannes
Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha
Ilmu:2006),hlm.112.
[31]
Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok
Organisasi&Manajemen,Jakarta(PT Rineka Cipta:1994),hlm.125-126.
[32]
Ibid,hlm.127-128.
Lumayaann tuLisannyaa, renyaahh dibaca....
BalasHapus