Kamis, 18 Desember 2014

Fungsi Pengarahan dan Motivasi



PENDAHULUAN
Kemampuan manajer untuk memotovasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahannya akan menunjukkan efektivitas manajer[1]. Manajer tidak akan mampu mengarahkan bawahannya, apabila manajer tersebut tidak bisa memotivasi bawahannya. Manajer perlu memahami orang yang berperilaku tertetu, hingga akhirnya dapat menentukan cara untuk mempengaruhi bawahannya tersebut.

PEMBAHASAN
A.    MOTIVASI
Motivasi adalah factor yang menyebabkan untuk mempertahankan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia[2]. Sedangkan memotivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai “apa yang membuat orang dapat bergerak”[3]. Motivasi berawal dari kebutuhan yang tidak terpuaskan dan mendorong perilaku menuju ke arah pemuasan. Motivasi dapat membuat seseorang memulai, melaksanakan, dan mempertahankan kegiatan tertentu[4]. Teori motivasi, yaitu[5] :
1.      Teori petunjuk, mengemukakan bagaimana caranya untuk memotivasi para karyawan[6]. Teori ini didasarkan atas pengalaman dan coba-coba.
2.      Teori isi, atau teori kebutuhan. Teori yang berhubungan dengan upaya mengidentifikasi mengenai apa yang ada dalam diri seseorang atau lingkungan kerja, sehingga dapat mendorong untuk melakukan atau mempertahankan sesuatu. Sekilas, manajer dapat menentukan apa yang dibutuhkan oleh karyawannya, namun beberapa kesulitan akan muncul, diantaranya yaitu[7] : kebutuhan antara orang yang satu dengan orang yang lain berbeda, serta manifestasi dari pemenuhan kebutuhan tersebut antara orang yang satu dengan orang yang lain juga berbeda. Teori isi dari motivasi memusatkan perhatiannya pada pertanyaan “apa yang menjadi penyebab suatu peristiwa terjadi atau terhenti?”, jawabannya terpusat pada[8] :
a.       Kebutuhan, motif, atau dorongan yang mendorong, menekan, memacu, dan menguatkan karyawan untuk melakukan suatu kegiatan. Menyebabkan mereka memilih kegiatan, cara, dan peilaku tertentu yang mereka rasa dapat memenuhi kebutuhna mereka.
b.      Hubungan karyawan dengan factor eksternal yang menyarankan, menyebabkan, mendorong, dan mempengaruhi mereka untuk melakukan suatu kegiatan. Factor eksternal seperti gaji, konisi kerja, hubungan kerja, dan kebijaksanaan perusahaan tentang kenaikan pangkat, delegasi wewenang, dan sebagainya, membeikan nilai atau kegunaan untuk mendapatkan perilakukaryawan yang positif dalam usaha pencapaian organisasi.
Manajer dapat membeli waktu karyawan, dan juga kemampuan fisik karyawan, tapi manajer tidak dapat membeli antusiasme, inisiatif, kesetiaan, penyerahan hati, jiwa dan akal budi karyawan[9]. Jadi, penting bagi manajer untuk menggunakan teori motivasi secara bijaksana. Hanya manajer yang mengetahui tentang hal ini dan mengetahui bagaimana cara menerapkannya, yang dapat mengharapkan realisasi peningkatan produktivitas dari para karyawannya.
Penganut teori motivasi kebutuhan, yaitu[10] :
a.       Hierarki kebutuhan Maslow. Menurut beliau, manusia akan didorong untuk memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan, dan pengalaman yang bersangkutan mengikuti suatu hierarki[11]. Teori Maslow ini harus dijadikan pedoman umum bagi manajer, karena konsepnya yang relative dan bukan merupakan penjelasan mutlak.
·         Kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama bagi perilaku.
·         Teori motivasi yang menyatakan bahwa seseorang dapat termotivasi untuk memenuhi lima tipe kebutuhan yang dapat dibuat tingkatannya menjadi satu hierarki, sebagai berikut[12] :
b.      Teori motivasi Aldefer[13]. Menurut beliau dorongan motivasi timbul dari tiga macam kebutuhan, yaitu :
1)      Eksistensi (existence), berasal dari kebutuhan fisiologis.
2)      Interaksi (reladness), berasal dari hubungan dengan orang lain.
3)      Pertumbuhan (growth), mendorong seseorang untuk lebih kreatif dan produktif.
Perbedaannya dengan teori Maslow yaitu, meskipun motivasi sudah mencapai puncaknya, keseluruhan motivasi akan saling menguatkan. Sedangkan dalam teori Maslow, apabila motivasi sudah mencapai puncaknya, maka kegiatan tersebut terhenti.
c.       Teori motivasi dua factor (teori Heizberg), memiliki dua factor yang berbeda, yaitu factor hygiene (penyebab ketidakpuasan) dan factor yang memotivasi (penyebab kepuasan). Jadi, penemuan penting dari penelitian Heizberg adalah bahwa manajer perlu memahami factor apa saja yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawannya[14]. Hanya factor positiflah (motivation) yang dapat memotivasi para karyawan untuk dapat memenuhi keinginan manajer.
d.      Teori motivasi McClelland.
1)      Teori keadilan. Suatu teori motivasi kerja yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan seseorang pada keadilan dan kejujuran untuk menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya.
2)      Teori penguatan. Pendekatan motivasi pada “Hukum Pengaruh”, bahwa perilaku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negative cenderung untuk tidak diulang.
3)      Strategi manajemen untuk meningkatkan motivasi, meliputi : menghubungkan imbalan dengan kinerja pekerjaan, program kepemilikan saham pegawai, dan jam kerja fleksibel.
Menurut David McClelland, orang yang berorientasi prestasi memiliki karakteristik tertentu untuk dapat dikembangkan, yaitu[15] :
1)      Menyukai pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, bukan sebagai kesempatan.
2)      Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.
3)      Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik (feedback) tentang apa yang telah dia kerjakan.
4)      Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan organisasional yang baik.
3.      Teori proses. Teori yang menggambarkan dan menjelaskan proses tentang bagaimana pelaku dapat didorong, diarahkan, dipertahankan, dan akhirnya dapat dihentikan. Pembahasan dari teori proses meliputi[16] :
a.       Teori pengharapan Vroom. Menurut beliau, motivasi seseorang akan tergantung pada hasil dari tindakannya, dikalikan dengan kekuatan pengharapan dari orang tersebut bahwa hasil yang akan diperoleh adalah hasil yang memuaskan[17]. Ada dua jenis pengharapan, yaitu[18] :
1)      Pengharapan usaha-prestasi. Jika individu percaya bahwa suatu usaha akan memiliki hasil akhir yang memuaskan, maka pengharapan menjadi tinggi.
2)      Pengharapan prestasi-hasil.
b.      Pembentukan perilaku. Pendekatan ini didasarkan pada hukum pengaruh, dimana kegiatan yang tidak mengandung hukuman akan cenderung untuk diulang kembali, sedangkan kegiatan yang mengandung hukuman cenderung untuk tidak diulang kembali. Dengan begitu, individu akan mengambil pelajaran dari pengalaman di masa lalu. Penelitian menunjukkan bahwa motivasi lebih efektif apabila dilakukan dengan memberi penghargaan, bukan memberi hukuman.
c.       Teori Porter-Lawler. Modelnya adalah teori pengharapan dengan versi orientasi masa mendatang, dan juga menekankan antisipasi tanggapan atau hasil.
d.      Teori keadilan. Teori ini mengatakan bahwa motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja merupakan fungsi dari persepsi keadilan yang dirasakan oleh karyawan terhadap balasan yang diterimanya[19]. Keadilan tersebut diukur berdasarkan rasio output yang dihasilkan oleh karyawan, dengan rasio input. Factor kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan oleh karyawan.
e.       Teori penentuan tujuan (goal setting theory)[20]. Teori ini mengasumsikan manussia sebagai individu yang berpikir dan yang berusaha untuk mencapai tujuan tertentu. Teori ini focus pada penetapan dari tujuan itu sendiri. Jadi, apabila karyawan tidak memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dari pekerjaannya sendii, maka motivasi dari karyawan untuk berusaha mencapai tujuan tersebut akan kurang.
4.      Teori reinforcement[21]. Teori ini mencoba menjelaskan peranan balasan dalam membentuk perilaku tertentu. Teori ini mengatakan bahwa jika suatu perilaku diberi balasan yang menyenangkan, maka perilaku tersebut akan cenderung untuk diulangi.
Perkembangan teori manajemen juga mencakup model atau teori motivasi yang berbeda. Pandangan manajer yang berbeda tentang masing-masing model adalah penentu penting atas keberhasilan mereka dalam mengelola anggotanya. Berikut ini tiga diantara model motivasi dengan urutan atas dasar kemunculannya, yaitu[22] :
1.      Model tradisional. Manajer menentukan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, dan menggunakan system upah untuk memotivasi produktivitas dari anggotanya. Pandangan tradisional menganggap bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat pemalas, sehingga harus dimotivasi oleh penghargaan berupa uang.
2.      Model hubungan manusiawi. Manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan social mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Karyawan diberi kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Pendekatan ini mengatakan bahwa motivasi seseorang didorong oleh keinginannya untuk berinteraksi dengan orang lain[23]. Pendekatan ini memperbaiki model tradisional, karena kebutuhan manusia bukan hanya uang, melainkan juga berinteraksi social.
3.      Model sumber daya manusia. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak factor, tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan saja, tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Pendekatan ini mengatakan bahwa kepentingan karyawan memang harus diperhitungkan[24]. Tanggung jawab terhadap pekerjaan, penyelesaian pekerjaan, dan prestasi kerja merupakan motivasi penting yang harus diperhitungkan untuk mendorong karyawan. Tugas manajer tidak hanya mendorong karyawan, tetapi juga harus membagi tanggung jawab pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan individu.
B.     PENGARAHAN
Pengarahan adalah proses penyatupaduan dari keinginan orang-orang dengan organisasinya, sehingga dapat tercapai tujuan bersama dengan baik[25]. Pengarahan memiliki arti menentukan bagi bawahan, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan[26]. Pengarahan mencakup beberapa proses operasi standart, pedoman dan buku panduan, bahkan manajemen berdasarkan sasaran. Secara umum tujuan pengarahan yang ingin dicapaipada setiap system perusahaan maupun organisasi adalah sebagai berikut[27] : menjamin kontinuitas perusahaan, membudayakan prosedur sesuai standar, menghindari kemangkiran yang berarti, membina disiplin bekerja, dan membina motivasi agar selalu terarah.
Berdasarkan keterangan di atas, maka prinsip dalam pengarahan ditujukan pada[28] : keterpaduan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasinya, keterpaduan antara tujuan kelompok dengan tujuan organisasimya, kerja sama antar pimpinan, partisipasi dalam membuat keputusan, pelimpahan wewenang yang cukup memadai, terjalinnya komunikasi yang efektif, serta pengawasan yang efektif dan efisien.
Agar prinsip tersebut dapat terlaksana, maka dalam pengarahan pimpinan harus mampu memberikan petunjuk dan penyadaran kepada bawahannya, mengenai apa yang harus dilakukan. Maka dari itu, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan, yaitu[29] :
1.      Mempelajari pekerjaan bawahan, kemudian mengajak bawahan untuk bertukar pikiran mengenai pekerjaan mereka.
2.      Menghubungi mereka sebanyak mungkin.
3.      Memberikan nasehat dan petunjuk yang diperlukan oleh bawahan.
4.      Memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpartisipasi memberi masukan sebagai bahan pengambilan keputusan.
5.      Apabila bawahan melakukan kesalahan, maka pimpinan harus menunjukkan kesalahan beserta cara memperbaiinya, dan memberikan kesempatan untuk mereka agar mampu memperbaiki kesalahannya.
6.      Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengikuti pelatihan jabatan.
7.      Memberikan bacaan yang sesuai dengan bidangnya.
8.      Menugaskan bawahan ntuk mengikuti pertemuan ilmiah sesuai dengan jabatan dan bidangnya.
9.      Memberikan wewenang dan tanggung jawab yang seimbang.
Dalam hubungannya dengan struktur organisasi, informasi dapat mengalir secara[30] :
1.      Sistem komunikasi vertical, terjadi dan berlangsung dari atas maupun dari bawah. Komunikasi dari atas terjadi apabila atasan mengadakan kontak lisan maupun tulisan dengan bawahan, dan sebaliknya, komunikasi dari bawah terjadi apabila bawahan mengadakan kontak lisan maupun tertulis dengan atasan.
2.      Sistem komunikasi horizontal, yaitu komunikasi yang terjalin antar departemen, unit, dan bagian dalam satu hierarki organisasi.
3.      Sistem komunikasi diagonal, manajer dituntut untuk memainkan komunikasi melalui proses pembimbingan dan penyediaan bawahan.
Strategi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memberikan pengarahan, tergantung pada pandangan pimpinan terhadap orang yang akan dibimbing dan diarahkan. Ada beberapa tipe orang yang akan dibimbing dan diarahkan, yaitu[31] :
1.      Tipe rasional-ekonomis (rational economic man). Mempunyai anggapan dasar bahwa motivasi primernya adalah ekonomi, intensif perekonomian di bawah penguasaan organisasi, cenderung berfikir irasional, bersikap netral ketika menyusun struktur organisasi.
2.      Tipe social.
3.      Tipe aktualisasi diri.
4.      Tipe kompleks.
Salah satu wujud dari pengarahan adalah pemberian instruksi atau perintah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan instruksi atau perintah, yaitu[32] :
1.      Menanamkan pengertian kepada bawahan mengenai sasaran dan kebijakan yang ditempuh oleh atasan, sehingga mereka memiliki gambaran tentang apa yang pimpinan harapkan terhadap mereka.
2.      Menyelami segi positif dan negative dari bawahan secara langsung.
3.      Berhati-hati ketika memberikan instruksi.
4.      Memperhatikan saluran dan hierarki yang harus ditempuh dalam memberikan instruksi atau penugasan.
5.      Memberikan bentuk instruksi yang tepat kepada orang yang tepat.


[1] T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.251.
[2] Ibid,hlm.251.
[3] Yohannes Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha Ilmu:2006),hlm.105.
[4] Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.306.
[5] Yohannes Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha Ilmu:2006),hlm.106.
[6] T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.255.
[7] Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.309.
[8] T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.256.
[9] Ibid,hlm.269.
[10] Yohannes Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha Ilmu:2006),hlm.106-108.
[11] T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.256.
[12] Ibid,hlm.258.
[13] Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.311.
[14] T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.260.
[15] Ibid,hlm.262.
[16] Ibid,hlm.262-268.
[17] Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.315.
[18] Ibid,hlm.315-316.
[19] Ibid,hlm.318.
[20] Ibid,hlm.318.
[21] Ibid,hlm.319.
[22] T. Hani Handoko,Manajemen Edisi Kedua,Yogyakarta(BPFE-Yogyakarta:1995),hlm.252-255.
[23] Mamduh M. Hanafi,Edisi Revisi Manajemen,Yogyakarta(Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN:2003),hlm.307.
[24] Ibid,hlm.307.
[25] Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok Organisasi&Manajemen,Jakarta(PT Rineka Cipta:1994),hlm.124.
[26] Yohannes Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha Ilmu:2006),hlm.111.
[27] Ibid,hlm.111.
[28] Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok Organisasi&Manajemen,Jakarta(PT Rineka Cipta:1994),hlm.124-125.
[29] Ibid,hlm.126-127.
[30] Yohannes Yahya,Pengantar Manajemen,Yogyakarta(Graha Ilmu:2006),hlm.112.
[31] Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok Organisasi&Manajemen,Jakarta(PT Rineka Cipta:1994),hlm.125-126.
[32] Ibid,hlm.127-128.

1 komentar: